do I love my mother?

tulisan ini ditrigger oleh postingannya mbak yoyen not all mothers are created equal yg di postkan mbak yo tanggal 10/05/2015.

saya berfikir lama dan tercenung setelah membaca postingan beliau karena saya merasa postingan mbak yoyen mewakili kisah hidup saya.

saya menulis ini tidak dengan maksud untuk menyakiti atau balas dendam, tapi hanya sebagai pengingat bagi diri saya sendiri.

ini tentang saya dan ibu. dan mau gak mau saya harus bercerita tentang ibu juga disini.

ibu menikah diusia yang sangat muda, saat beliau masih kelas 1 sma.nenek menikahkan ibu dengan pertimbangan bahwa ibu adalah anak tunggal dan dengan menikah akan ada seseorang yang akan menjaga ibu kalau misalnya terjadi sesuatu dengan nenek karena nenek sendiri adalah single parent. itulah alasan nenek menikahkan anaknya. calon suami ibu (ayah saya) berasal dari kampung yang sama yang dikenal oleh nenek dengan baik. ibu dan ayah tidak pernah berhubungan sebelumya, hanya saling kenal nama saja karena mereka tinggal dikampung yang sama.

sepuluh bulan setelah menikah ibu sudah menggendong bayinya yg pertama. dilanjutkan dengan bayi2nya yang berikutnya (saya dan my siblings). sebelum usianya mencapai seperempat abad, ibu sudah memiliki 4 orang anak.

saya tidak memiliki hubungan yg menyenangkan dengan ibu sejak saya masih kecil sampai saya meninggalkan rumah ayah dan ibu untuk merantau melanjutkan pendidikan saya. saya kala itu sering tertegun, iri dan merasa asing melihat kedekatan teman teman saya dengan ibu mereka, karena saya tidak mengalami hal itu dengan ibu saya sendiri. yang saya ingat tentang ibu dari memori masa kecil saya hanyalah kata2 pedas dan umpatan2nya (yg diucapkan dengan nada dan suara datar, bukan membentak2) yang membuat saya menangis diam2 dengan hati luka.

ya, ibu saya abusive (secara verbal).

saya tidak punya kenangan indah tentang ibu. hubungan saya dengan ibu tidak seperti hubungan saya dengan S anak saya. S bisa dengan ekspresif memeluk dan mencium saya kapan dan dimanapun. S bisa out of the blue bilang ‘i love you so much mommy’; ‘mommy, you’re my best friend, ever’. saya dan S bisa cekikikan berdua menertawakan bapaknya atau berangkulan berbisik2 berdua berbagi sebuah rahasia sepele. saya bisa merasakan mencintai dan dicintai oleh S, walaupun itu terkadang tidak diucapkan. dan itu semua tidak saya dapatkan dalam hubungan saya dengan ibu.

ibu adalah perempuan pendiam yang sekali kalinya berkata2 akan mengeluarkan racun yang meluluh lantakan hati dan perasaan saya. sebagai seorang anak yg paling timid diantara 4 orang anak ibu, saya adalah sasaran empuk pelampiasan ibu (diusia dewasa saya, saya baru mengetahui bahwa pelaku abuse akan selalu mencari korban yang paling lemah. dikasus saya, itu adalah saya).

saya tumbuh sebagai seorang anak yg pemalu, pendiam dan having lack of self-confidence. alam bawah sadar saya menyimpan frasa yang mengatakan bahwa i’m nothing; i don’t deserve anything; i’m meaningless yang terbentuk dari kata2 dan umpatan2 ibu kepada saya selama bertahun tahun.

setelah saya menikah, saya akhirnya bisa melihat dengan jelas kenapa ibu memperlakukan saya seperti itu. itu karena ibu tidak bahagia dengan pernikahannya dan anak2nya adalah tempat pelampiasan untuk ketidakbahagiaan itu. pernikahan yang dipaksakan diusia muda, tanggung jawab memiliki anak diusia yang belum matang untuk memiliki tanggungjawab itu, hubungan yang tidak harmonis dengan pasangannya adalah ketidakbahagiaan yang dirasakan dan dipendam oleh ibu selama bertahun2 tanpa bisa membaginya dengan siapapun.

beban ketidakbahagian itu diluahkan ibu ke anak2nya, terutama saya, saat saya melakukan kesalahan2 atau kenakalan2 khas anak2 dalam bentuk kata2 yang menyakitkan, merendahkan dan meremehkan. ibu tidak tahu betapa kata2 itu sangat mempengaruhi perkembangan jiwa saya kedepannya. ibu tidak tahu karena ibu tidak memiliki pengetahuan tentang itu atau ibu memang tidak punya cukup rasa keibuan untuk saya? saya tidak tahu.

lalu, apakah pelajaran yang bisa saya petik dari pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan ini? apakah saya membenci ibu karenanya?

pengalaman itu membuat saya berjanji pada diri saya sendiri bahwa saya tidak akan memperlakukan S sebagaimana ibu memperlakukan saya dulu. sejak menikah, dalam masa penantian yg panjang untuk mendapatkan S, dan sampai sekarang, saya bersumpah untuk tidak mengikuti jejak ibu. dalam doa doa saya, saya selalu memohon kepada Allah untuk membantu saya menjaga lidah dan tangan saya untuk tidak menyakiti anak saya S, dalam kondisi apapun.

lalu apakah saya membenci ibu? tidak, saya tidak bisa membenci ibu karena perlakuannya kepada saya dimasa lalu. dulu saya hanya bingung, sedih, menangis dan bertanya2 tentang semua  itu. sekarang, saya kasihan sama ibu. betapa beliau living an unhappy life and having no one to confide in. karena saya tahu bahwa dalam hidup kita butuh bahu untuk bersandar dan tempat untuk curhat dan itulah yg tidak didapatkan oleh ibu saya. poor her.

tapi, sejak saya menikah, saya sudah memafkan ibu atas semua kesalahannya kepada saya dimasa lalu. dan lalu, apakah saya bisa mencintai ibu karenanya sejak saat itu? entahlah. saya tidak bisa menjawabnya. sampai sekarang hubungan saya dengan ibu tetap tidak bisa sama seperti hubungan saya dengan S anak saya. seberapa keraspun saya mencoba, tetap tidak bisa 😦

6 thoughts on “do I love my mother?

  1. Ah Trie, terharu bacanya kamu bersedia berbagi cerita disini. Dan kamu sekarang ke anak sendiri lain dengan pengalaman kamu semasa kecil. TFS.

  2. Mbak aku bacanya terharu lho… emang sulit ttg verbal abuse itu, krn ortu apalagi yg jaman dulu, mana terima ‘disalahkan’. Belum melihat it sbg verbal abuse. Lihatnya malah anak kurang ajar kok di’nasehati’ ortu malah melawan.

    Kalo aku, mami nggak pernah sampai ke tahap verbal abuse tapi kata2 seperti bego, jelek dll ttep ada yang khilaf keucap. Aku masih sayang banget sama mami. Krn mami jg manusia yg gak sempurna… baca postnya mbak, aku yakin mbak pasti sayang sm ibu mbak.

  3. iya mar, jaman dulu kan memang belum ada yg namanya abuse begitu. adanya disebut ‘memarahi’ anak 🙂 . semoga ya mar, walaupun aq sendiri belum bisa meyakinkan diri tentang itu.

Leave a reply to -n- Cancel reply